Mencintai Allah ﷻ


  • Apa yang dimaksud mencintai Allah SWT?

Cinta kepada Allah berarti menempatkan Allah di lubuk hati dengan khidmat. Bukti nyata dari mencintai Allah adalah dengan melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya [3:31]. Cinta kepada Allah adalah selalu menjadikan Allah sebagai dasar atas segalanya.

Apa ciri mencintai Allah?

Orang yang sungguh cinta pada Allah akan bersegera dalam melakukan kebaikan, tidak menunda-nunda apalagi menangguhkan perbuatan baik. Jika kita masih suka mengulur-ulur waktu untuk perbuatan yang baik dan mulia, maka itulah tanda bahwa kita belum benar-benar mencintai Allah.

Mencintai Allah adalah merasa kasih dan cinta yang tulus dan dalam terhadap Allah. Dalam agama Islam, mencintai Allah merupakan salah satu prinsip dasar yang dianggap sangat penting. Mencintai Allah berarti mempercayai dan memahami bahwa Allah adalah Tuhan yang satu-satunya, menghargai dan menghormati-Nya, serta melakukan apa yang telah diperintahkan oleh-Nya. Mencintai Allah juga berarti mengabdikan diri kepada-Nya, mengikuti ajaran-Nya, dan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dan lebih dekat dengan-Nya.

Orang beriman akan sangat besar cintanya kepada Allah. Allah berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 165 :

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۙوَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ ١٦٥

“Di antara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat keras azab-Nya, (niscaya mereka menyesal).”

Tafsir Ayat Imam Nawawi Banten

Syekh Nawawi Banten (1897 M) dalam tafsirnya menjelaskan maksud dari penggalan ayat “Wa minan-nāsi may yattakhidzu min dūnillāhi andāda”. Yaitu di antara orang-orang kafir terdapat orang-orang yang menyembah selain Allah, yaitu menyembah berhala. Sedangkan makna kalimat “yuḫibbūnahum kaḫubbillāh” ialah orang-orang kafir itu mencintai berhala seperti halnya mereka mencintai Allah, dalam artian mereka menyamakan antara Allah Ta’ala dan berhala dalam ketaatan dan pengagungan; atau mencintai penghambaan mereka terhadap berhala sebagaimana kecintaan orang-orang mukmin dalam beribadah kepada Allah.    Makna “walladzīna āmanū asyaddu ḫubbal lillāhi” adalah, orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah dibandingkan orang-orang kafir terhadap berhala-berhala mereka. Karena orang-orang mukmin hanya tunduk kepada Allah. Berbeda dengan orang-orang musyrik yang berpindah (menyembah) kepada Allah ketika butuh; dan setelah terpenuhi kebutuhannya, mereka kembali kepada berhala”.   Terkait kalimat “walau yaralladzīna dhalamū idz yaraunal-‘adzāba annal-quwwata lillāhi jamī‘aw wa annallāha syadīdul-‘adzāb”, Syekh Nawawi menjelaskan adanya beberapa qiraat yang memungkinkan perbedaan pemaknaan.     mayoritas ulama qiraat membaca “walau yara” dengan fathahnya “anna” dengan implikasi maknanya: seandainya orang-orang yang menyekutukan Allah tahu akan beratnya siksa Allah mereka tidak akan menyekutukan Allah; qiraat sebagian ulama selain sab’ah membaca dengan kasrah, menjadi “inna”, dan maknanya menjadi: seandainya orang-orang zalim dengan menyembah berhala tahu ketidakmampuan dan lemah mereka ketika melihat siksa Allah, maka mereka akan berucap: “Sesungguhnya kekuatan itu milik Allah”; Nafi’ dan Ibnu Amir membaca “walau tara” dengan fathahnya “anna” yang menjadi khitab atau ucapan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw atau setiap orang mukmin, dengan makna: seandainya engkau tahu orang-orang yang zalim itu ketika mereka melihat siksa, engkau akan berkata bahwa sesungguhnya kekuatan itu milik Allah”; dan jika dibaca kasrah menjadi “anna” maka maknanya adalah: seandainya engkau tahu orang-orang yang musyrik itu ketika mereka melihat siksa, engkau akan berkata bahwa sesungguhnya kekuatan itu milik Allah. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimit Tanzil, juz I, halaman 38).

Orang beriman akan sangat besar cintanya kepada Allah [2:165].

  • Apa hikmah dari mencintai Allah?

Mencintai Allah memiliki banyak manfaat atau hikmah bagi kehidupan seseorang. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Mencintai Allah dapat membantu seseorang untuk lebih bahagia dalam hidupnya dan memberikan tujuan yang jelas bagi kehidupannya.
  2. Mencintai Allah dapat membantu seseorang untuk lebih dekat dengan-Nya, sehingga dapat merasakan kehadiran-Nya dalam kehidupannya.
  3. Mencintai Allah dapat membantu seseorang untuk lebih memahami dan menghargai ajaran-ajaran agama yang diberikan oleh-Nya, sehingga dapat menjadi lebih baik dalam kehidupannya.
  4. Mencintai Allah dapat membantu seseorang untuk lebih bersyukur dan merasa bahagia, karena ia tahu bahwa Allah selalu ada untuknya dan senantiasa memberikan kebaikan dalam hidupnya.
  5. Mencintai Allah dapat membantu seseorang untuk lebih percaya diri dan merasa tenang dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan dalam kehidupannya, karena ia tahu bahwa Allah selalu memberikan solusi yang terbaik baginya.

Allah mencintai umat manusia dengan kasih sayang yang luar biasa. Hal ini tercermin dalam banyak ayat pada Alquran yang menyatakan bahwa Allah sangat mencintai hamba-hamba-Nya dan selalu memberikan pertolongan dan bimbingan kepada mereka.

Siapa saja yang dicintai Allah?

  1. Alqur’an menyebutnya :
  2. Allah mencintai orang yang shabar
  3. Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan
  4. Allah mencintai orang yang adil
  5. Allah mencintai orang yang bertaubat
  6. Dll

Allah mencintai kita bukan berarti Allah tidak pernah memberikan cobaan atau ujian dalam hidup kita. Cobaan dan ujian tersebut diperlukan untuk membantu kita menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih dekat kepada Allah. Namun, Allah selalu memberikan pertolongan dan bimbingan kepada kita selama kita mau meminta pertolongan dan bimbingan kepada-Nya.

Allah memberikan cobaan berat kepada Nabi Ayyub a.s selama hidupnya. Tidak berarti Allah tidak cinta kepada Nabi Ayyub a.s. Demikian juga ketika Allah menguji Nabi Ibrahim, Nabi Yusuf, Nabi Isa dan tentunya Rasulullah s.a.w dengan berbagai penderitaan yang semuanya bisa dilalui dengan sabar.

Allah juga selalu memberikan kesempatan kepada kita untuk bertaubat dan meminta ampunan atas segala kesalahan yang telah kita lakukan. Hal ini merupakan tanda kasih sayang Allah terhadap kita, karena dengan bertaubat dan meminta ampun, kita dapat menjadi lebih baik dan lebih dekat kepada Allah.

Mencintai Allah tercermin dari cintanya kita kepada saudara2 mukmin melebihi kita sendiri. Seperti cintanya sahabat Anshar kepada sahabat Muhajjirin. Allah berfirman :

وَالَّذِيْنَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَۚ.

“Orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota (Madinah) dan beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin) mencintai orang yang berhijrah ke (tempat) mereka. Mereka tidak mendapatkan keinginan di dalam hatinya terhadap apa yang diberikan (kepada Muhajirin). Mereka mengutamakan (Muhajirin) daripada dirinya sendiri meskipun mempunyai keperluan yang mendesak. Siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran itulah orang-orang yang beruntung.”

Tafsir ayat dari kitab Jalalin :

(Dan orang-orang yang telah menempati kota) Madinah (dan telah beriman) yang dimaksud adalah sahabat-sahabat Anshar (sebelum kedatangan mereka, Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka) artinya mereka tidak iri hati (terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka) yakni apa yang telah diberikan oleh Nabi ﷺ kepada mereka berupa harta rampasan dari Bani Nadhir, yang memang harta itu khusus buat kaum Muhajirin (dan mereka mengutamakan, orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri sekalipun mereka dalam kesusahan) yakni mereka memerlukan apa yang mereka relakan kepada orang-orang Muhajirin. (Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya) dari ketamakannya terhadap harta benda (mereka itulah orang-orang yang beruntung).

Penutup

Dalam  mencintai Allah bukan berarti kita tidak pernah mengalami cobaan atau ujian dalam hidup. Namun, dengan mencintai Allah, kita akan lebih mampu menghadapi cobaan dan ujian dengan lebih kuat, bijaksana, dan dekat kepada Allah.

📒: Menebar kebaikan menuju keberkahan bersama Al-Kautsar 561