Kategori Hikmah


Hikmah dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok, antara lain :

1.Hikmah sebagai bentuk dari sunnah untuk mensucikan jiwa (Q.S. al-Baqarah : 129)

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ ۗ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

Ya Tuhan kami, utuslah di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan kitab suci dan hikmah (sunah) kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al Baqarah/2: 129).

Pada ayat ini, M. Quraish Shihab mengawali penafsirannya dengan menggunakan model munasabah bahwa pada dasarnya ayat ini masih berkaitan dengan ayat sebelumnya yang membahas tentang doa Nabi Ibrahim As. Setelah sebelumnya Nabi Ibrahim As memohon doa untuk dirinya dan anaknya, maka dalam ayat ini Nabi Ibrahim As meminta doa untuk anak cucu mereka. Doa tersebut berupa harapan akan datangnya Rasul (utusan), baik dari keturunan Nabi Ibrahim As ataupun bukan, yang mengajarkankan kebaikan-kebaikan yang terbentang di alam semesta. Ajaran-ajaran yang dimaksud di dalam doa Nabi Ibrahim As adalah ayat-ayat suci al-Qur’an al-Hikmah.

Dalam memaknai term al-hikmah, M. Quraish Shihab menyebut bahwa kalimat memiliki makna yang luas. Di antara makna yang dikandung oleh term hikmah pada ayat tersebut berarti sunnah/al-Hadits. Namun, di sisi lain hikmah juga bisa diartikan sebagai sebuah kebijakan dan kemahiran dalam melaksanakan segala hal yang membawa kebaikan sembari menolak segala bentuk kerusakan. Setelah menyebutkan definisi yang mungkin dikandung di dalam konsep hikmah, selanjutnya M. Quraish Shihab juga bahwa al-Qur’an dan hikmah yang diajarkan berfokus untuk mensucikan jiwa orang-orang yang menjadi objek dakwahnya.

Oleh sebab itu, redaksi doa yang diwujudkan oleh Nabi Ibrahim As terkait dengan konsep hikmah bertingkat. Pertama, Nabi Ibrahim As memohon agar Allah Swt mengutus seorang Rasul sebagai pemberi peringatan dan pelajaran. Pelajaran tersebut berupa implementasi pesan-pesan Tuhan (Kalamullah) di dalam kitab suci Al-Qur’an. Selanjutnya, diajarkan pula hikmah yang merupakan implementasi dari kandungan ayat-ayat al-Qur’an secara spesifik sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw dalam bentuk sunnah. Namun, term hikmah juga bisa bermakna sebuah pengetahuan yang bisa mengantarkan pelakunya untuk senantiasa berbuat baik dan mencegah segala bentuk kerusakan

2.Hikmah sebagai wujud pengetahuan dan aktivitas berfikir ilmiah (Q.S. an-Nisa : 113)

وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُه لَهَمَّتْ طَّاۤىِٕفَةٌ مِّنْهُمْ اَنْ يُّضِلُّوْكَۗ وَمَا يُضِلُّوْنَ اِلَّآ اَنْفُسَهُمْ وَمَا يَضُرُّوْنَكَ مِنْ شَيْءٍ ۗ وَاَنْزَلَ اللّٰهُ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُۗ وَكَانَ فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكَ عَظِيْمًا

Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu (Nabi Muhammad), tentu segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Akan tetapi, mereka tidak menyesatkan, kecuali dirinya sendiri dan tidak membahayakanmu sedikit pun. Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (sunah) kepadamu serta telah mengajarkan kepadamu apa yang tadinya belum kamu ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar. (Q.S. an-Nisa/4: 113).

Sehingga pada ayat berikutnya, yakni pada Q.S. an-Nisa [4] ayat 113, kaum musyrik berharap agar Nabi Muhammad Saw melakukan kesalahan dan perbuatan yang berpotensi untuk merugikan satu pihak. Harapannya, agar orang-orang tidak tertarik untuk memeluk Islam karena adanya ketidakadilan. Maka menanggapi kondisi yang demikian, Allah Swt hendak menegaskan pada ayat ini bahwa apa yang diinformasikan dan disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw semuanya benar. Hal ini disebabkan karena Allah Swt yang menjaga Nabi Saw dari kesalahan. Maka harapan dan kenginan kaum musyrikin agar Nabi Saw berbuat kesalahan dan kerusakan menjadi nihil.

Penjagaan dari Allah Swt dalam konteks ini bisa bermakna hakiki maupun majazi. Penjagaan yang bersifat hakiki, bahwasanya Nabi Muhammad Saw bersifat ma’shum (terjaga/’ishmah) dari berbagai bentuk kesalahan dan kekeliruan. Sedangkan penjagaan dalam bentuk majazi, Allah Swt memberikan tuntunan di dalam al-Qur’an dan mengajarkan Nabi Saw berbagai macam pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman yang benar. Inilah yang disebut sebagai hikmah dalam konteks ayat ini.

3.Hikmah sebagai manifesti penguat social (Q.S. Ali Imran : 79)

مَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّؤْتِيَهُ اللّٰهُ الْكِتٰبَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُوْلَ لِلنَّاسِ كُوْنُوْا عِبَادًا لِّيْ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلٰكِنْ كُوْنُوْا رَبَّانِيّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ

Tidak sepatutnya seseorang diberi Alkitab, hukum, dan kenabian oleh Allah, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu para penyembahku, bukan (penyembah) Allah,” tetapi (hendaknya dia berkata), “Jadilah kamu para pengabdi Allah karena kamu selalu mengajarkan kitab dan mempelajarinya!. (Q.S. Ali Imran/3: 79).

Maka dapat disimpulkan bahwa hikmah dalam konteks ini merupakan pengetahuan seseorang untuk membuat hukum sosial sehingga mereka dapat menjadi seorang Rabbaniy. Dalam pengertiannya, Rabbaniy terambil dari kata (رب) yang berarti pendidik dan pelindung. Bukan hanya untuk diri mereka sendiri, menurut Shihab bahwa sifat ini harus ditularkan kepada ummat agar turut menjadi orang-orang yang Rabbaniy. Makna Rabbaniy jika disandarkan kepada manusia maka ditujukan kepada sebuah aktivitas, gerak, dan langkah yang sejalan dengan apa yang telah dipesankah oleh Allah Swt. Mereka saling berkasih sayang, menjaga persaudaraan, dan bekerja sama dalam segala aspek kehidupan.
4.Hikmah sebagai Kontrol Kekuasaan (Q.S. al-Ahzab : 34)

وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلٰى فِيْ بُيُوْتِكُنَّ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ وَالْحِكْمَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ لَطِيْفًا خَبِيْرًا

Ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu yakni ayat-ayat Allah (Al-Qur’an) dan hikmah (sunah Nabimu). Sesungguhnya Allah Maha Lembut lagi Maha Teliti. (Q.S. Al Ahzab/33: 34).

Dalam menafsirkan ayat tersebut, M. Quraish Shihab menyebutkan bahwa ayat ini berkaitan dengan perintah Allah Swt kepada istri-istri Nabi Muhammad Saw. Perintah tersebut berkenaan dengan aturan agar istri-istri Nabi Saw senantiasa mengingat sekaligus mengamalkan apa yang telah mereka lihat dari Nabi Saw berupa al-Qur’an dan al-Hikmah. Hal ini ditujukkan agar istri-istri Nabi Saw tidak lengah dan menjauh dari tuntunan-tuntunan agama yang merupakan petunjuk keselamatan seseorang.

Maka ayat ini menurut M. Quraish Shihab hendak mengatakan bahwa keselamatan seseorang itu tidak hanya bergantung pada apa yang mereka ketahui. Namun pengetahuan tersebut seharusnya bisa mengantarkan seseorang untuk senantiasa waspada. Di sisi lain, membantu seseorang untuk bisa beramal dan mempraktikkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.