Bullying dalam Al-Quran


Al-Quran melarang perilaku bullying karena mengajarkan kesopanan, empati, dan perlakuan yang adil terhadap sesama manusia. Dalam banyak ayat Al-Qur’an, dia menekankan betapa pentingnya menghormati hak-hak individu dan memperingatkan agar orang tidak menzalimi atau mengejek orang lain. Nilai-nilai yang ditekankan dalam Al-Qur’an mencerminkan perintah untuk berlaku baik dan menghindari kekerasan, baik verbal maupun fisik. Ini sebenarnya tentang menciptakan lingkungan sosial yang penuh kasih sayang dan penghargaan terhadap kemanusiaan dan keberagaman.

Karena itu, memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an tidak hanya menjadi panduan spiritual, tetapi juga menginspirasi perilaku yang menghormati dan memperhatikan hak-hak serta kepentingan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, Al-Qur’an mengatakan bahwa Allah memiliki martabat yang sama untuk setiap manusia. Karena menyerang atau merendahkan martabat orang lain bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang diajarkan dalam Al-Qur’an, penegasan ini memberikan dasar untuk melarang tindakan pelecehan.
Akibatnya, memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an tidak hanya memberi panduan spiritual tetapi juga mendorong orang untuk menghormati dan memperhatikan hak dan kebutuhan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

Surat Al-Humazah ayat 1 dari Al-Qur’an adalah salah satu surat yang menjelaskan larangan membully. Surah pendek ini menyampaikan pesan penting tentang menghindari perilaku yang merugikan, seperti fitnah, penghinaan, dan sikap yang merendahkan. Terdiri dari sembilan ayat, surat ini merupakan surat ke-104 dalam Al-Qur’an. Namanya berasal dari kata Arab “Al-Humazah”, yang berarti “orang yang mengumpat” atau “orang yang mencaci-maki.” Allah berfirman:

وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍۙ ۝١

Artinya :”Celakalah setiap pengumpat lagi pencela,” katanya. Surat Al-Humazah termasuk dalam surat Makkiyah, yang terdiri dari 9 ayat, 84 kata, dan 161 huruf, menurut Syekh Nawawi Banten dalam kitan Tafsir Marah Labib. Ayat pertama dari surat ini menjelaskan arti kata “wail”, yang merujuk pada siksaan yang sangat pedih di neraka, seperti lelehan darah dan nanah, sebagai balasan bagi mereka yang suka mencela dan menghina orang lain dari belakang mereka. Sebenarnya, ayat ini turun terkait dengan tindakan Ansh bin Shariq, yang gemar mencela dan bergosip tentang orang lain, terutama Rasulullah saw., dan tindakan serupa lainnya. Lihat penjelasan Syekh Nawawi ini:

وَيْلٌ أي شدة عذاب أو واد في جهنم من قيح ودم لِكُلِّ هُمَزَةٍ أي مغتاب للناس من خلفهم لُمَزَةٍ (١) أي طعان في وجوههم نزلت هذه الآية في أخنس بن شريق، فإنه كان يلمز الناس ويغتابهم وخاصة رسول الله صلّى الله عليه وسلّم كما قاله عطاء، والكلبي، والسدي، أو في الوليد بن المغيرة كان يغتاب النبي صلّى الله عليه وسلّم من ورائه، ويطعن عليه في وجهه كما قاله مقاتل وجريج، أو في أبي بن خلف كما قاله عثمان بن عمر أو في أمية بن خلف كما قاله محمد بن إسحاق، أو في جميل بن فلال

Artinya, “Kata “wail” berarti siksaan yang sangat pedih atau lembah di dalam neraka yang penuh dengan nanah dan darah untuk setiap pengumpat terhadap manusia dari belakang mereka, atau pengejek di wajah mereka. Ayat ini diturunkan tentang Akhnas bin Shuraiq, karena dia suka mencela dan mengumpat orang lain, terutama Rasulullah saw, seperti yang dikatakan oleh Atha’, Al-Kalbi, dan As-Suddi. Atau mungkin tentang Walid bin Al-Mughirah yang suka mengumpat Nabi saw dari belakangnya dan mencelanya di depan wajahnya, seperti yang dikatakan oleh Muqatil dan Jurayj. Atau tentang Abi bin Khalaf, seperti yang dikatakan oleh Utsman bin ‘Umar. Atau tentang Umayyah bin Khalaf, seperti yang dikatakan oleh Muhammad bin Ishaq. Atau tentang Jamil bin Falaq. (Nawawi Banten, Tafsir Marah Labib, [Beirut, Darull Kutub Al-Ilmiyah: 1417 H], jilid II, halaman 661).

Ayat ini menjelaskan bahwa tidak boleh ada sikap saling mencemooh antara sesama manusia karena perbedaan status sosial, ekonomi, atau hal lainnya, menurut Imam At-Thabari dalam Jami’ul Bayan. Tidak pantas mencemooh orang miskin yang meminta bantuan dari orang kaya atau orang kaya lainnya; demikian pula, orang yang memberi kelebihan kepada orang lain tidak pantas dicemooh.

dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 58, Allah tegas melarang umat Islam untuk menyakiti orang-orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan, tanpa adanya kesalahan yang mereka perbuat. Ayat ini tidak hanya menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kehormatan dan perlindungan terhadap sesama mukmin, tetapi juga menegaskan bahwa tindakan menyakiti mereka tanpa dasar yang benar akan berakibat pada beban dosa yang nyata dan kebohongan yang tak terhindarkan bagi pelakunya.    Pesan yang terkandung dalam ayat ini mengajarkan pentingnya menjalin hubungan yang penuh dengan kasih sayang, keadilan, dan kebenaran di antara sesama manusia, sejalan dengan ajaran Islam yang mengutamakan perdamaian dan kesejahteraan bersama. Allah berfirman:

  وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا

Artinya, “Orang-orang yang menyakiti mukminin dan mukminat, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, sungguh, mereka telah menanggung kebohongan dan dosa yang nyata.”

Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah menjelaskan, ayat ini menegaskan bahwa menyakiti orang-orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan, tanpa kesalahan yang mereka perbuat, adalah perbuatan yang dosa. Mereka telah melakukan perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama Islam.

Di sisi lain Syekh Nawawi Banten dalam kitab Marah Labib membagi penjelasan mengenai ayat 58 ini menjadi dua bagian. Bagian pertama menyoroti larangan menyakiti orang-orang beriman, sementara bagian kedua menyoroti konsekuensi dosa yang akan ditanggung oleh siapapun yang menyakiti mereka. Ini menggarisbawahi pentingnya menghindari perilaku yang merugikan orang-orang yang beriman dan juga mengingatkan akan konsekuensi berat yang akan dihadapi oleh pelaku tindakan tersebut.

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِناتِ بقول أو فعل بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا أي بغير جناية يستحقون بها الأذية فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتاناً أي زورا وَإِثْماً مُبِيناً (٥٨) ، أي ذنبا ظاهرا موجبا للعقاب في الآخرة

Artinya: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat dengan perkataan atau perbuatan tanpa ada kesalahan yang mereka lakukan, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)

maksudnya dosa yang tampak jelas dan mendatangkan hukuman di akhirat.” (Nawawi, II/261).    Demikian penjelasan terkait larangan terhadap tindakan bullying secara tegas tercermin dalam ajaran Al-Qur’an. Al-Qur’an menekankan pentingnya menghormati dan memperlakukan sesama dengan adil tanpa melakukan kekerasan atau intimidasi. Ayat-ayat Al-Qur’an mengajarkan untuk berperilaku dengan kelembutan dan kesopanan serta menghindari perilaku yang merugikan atau menyakiti orang lain.