Ayat-Ayat yang Menghimpun Kata “Obat” dalam Al-Qur’an


Dalam bahasa Arab, obat disebut dengan الدواء (ad-dawa’) atau الشفاء (as-syifa’), yang artinya yaitu sesuatu yang dapat menyembuhkan penyakit,[1] baik penyakit jasmani maupun penyakit rohani. Dalam penelitian ini obat yang dimaksud adalah obat untuk mengobati penyakit hati yang berhubungan dengan rohani. Al-Qur’an menyebutkan kata ‘obat’ dengan term شفاء (syifa’) dalam bentuk mas}dar, disebutkan sebanyak empat kali yakni dalam surah Yunus ayat 57, an-Nahl ayat 69, al-Isra’ ayat 82, dan Fusshilats ayat 44. Sedangkan Kata ‘obat’ dalam bentuk fi’il, disebutkan dua kali dalam al-Qur’an, yakni dalam surah at-Taubah ayat 14 menggunakan kata يشف (yasyfi), dan dalam surah as-Syu’ara’ ayat 80 menggunakan kata يشفين (yasyfin).[2] Di antara ayat-ayat tersebut yaitu:

Surah Yunus/10: 57.

يآأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ (57)

Terjemahnya:

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.[3]

 

Ayat tersebut merupakan pengingat kepada kaum Quraisy, bahwasanya al-Qur’an telah diturunkan sebagai nasihat dan hikmah kepada manusia dan obat penyembuh penyakit yang ada di dalam hati, berupa keraguan, nifaq, kesalahan, dan perselisihan, dan al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi orang-orang yang mukmin, dan rahmat berupa kenikmatan. Dalam ayat tersebut disebutkan sifat-sifat al-Qur’an, yaitu as-Syifa’, al-Huda, ar-Rahmah.[4] Ayat ini diturunkan sebagai penguat agama, pewaris keyakinan, penghilang keraguan, menghapus kejahilan/ kebodohan, dan kesesatan.[5]

Al-Burusawi dalam menafsirkan ayat ini, memberikan pemahaman bahwa al-Qur’an diturunkan sebagai penasehat bagi jiwa-jiwa manusia, obat bagi hati, dan pembimbing bagi ruh-ruh manusia. Adapun al-Qur’an sebagai mau’idzah atau nasihat dalam ayat tersebut yaitu nasihat yang notabenenya ditujukan untuk  orang awam, syifa’ atau obat ditujukan secara untuk orang-orang yang berpenyakit hati, huda atau petunjuk dikhususkan untuk orang-orang istimewa yakni orang mukmin, serta rahmat ditujukan untuk semuanya dari tingkatan orang awam hingga orang yang istimewa.[6]

Surah an-Nahl/16: 69,

ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (69)

Terjemahnya:

“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”.[7]

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa dibumi terdapat buah-buahan yang dapat dijadikan makanan, maksudnya Allah menyediakan manusia makanan sebagai bekal hidup di dunia. Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa madu dapat dijadikan sebagai obat penyakit, yakni penyakit jasmani. Menurut mujahid, lafadz syifa’ dalam ayat tersebut dinisbatkan kepada al-Qur’an. Hal tersebut memanglah benar, akan tetapi dalam konteks ayat tersebut kurang tepat, karena ayat tersebut berbicara tentang minuman yang keluar dari perut lebah, yaitu madu. Sehingga kata syifa’ dalam ayat tersebut, menurut dokter pada zaman Nabi, yaitu obat untuk segala penyakit, yakni penyakit jasmani.[8]

Menurut Syaikh Nawawi al-Bantani, kata syifa’ dalam ayat tersebut yaitu obat untuk menyembuhkan penyakit nyeri, terutama dahak, karena madu memiliki manfa’at yang banyak. Al-Bantani juga mengutip hadits yang diriwayatkan Ibnu mas’ud, bahwasanya madu adalah obat bagi segala penyakit, dan al-Qur’an adalah obat bagi penyakit-penyakit yang ada di dalam hati, dan kedua obat tersebut hanya untuk kalian (manusia).[9]

Surah al-Isra’/17: 82,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا (82)

Terjemahnya:

“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”.[10]

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menurunkan al-Qur’an sebagai obat bagi penyakit hati, seperti keraguan, nifaq, syirik, kesesatan, dan perilaku yang menyimpang. Al-Qur’an turun sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut. Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan juga sebagai rahmat yang menjadikan iman, hikmah, dan memberikan potensi kepada manusia untuk berbuat kebaikan. Rahmat tersebut ditujukan untuk orang-orang yang beriman dan membenarkan serta mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Adapun orang kafir, dengan diturunkannya al-Qur’an, maka tidak akan menambah keimanan apapun kecuali bertambah kerugiannya akibat kekafiran dan kebohongannya.[11]

Surah Fusshilats/41: 44.

وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ ۖ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ ۗ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ ۖ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى ۚ أُولَٰئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ (16)

Terjemahnya:

“Dan jikalau Kami jadikan al-Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?”. Apakah (patut al-Qur’an) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: “Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh”.[12]

Ayat tersebut merupakan penegasan terhadap orang-orang yang ragu atas al-Quran. Dalam benaknya, berkata mengapa al-Qur’an itu menggunakan bahasa Arab? Apakah jangan-jangan al-Qur’an itu hanyalah karangan Muhammad, dan bukan wahyu dari Tuhan? Kemudian Allah menurunkan ayat tersebut. Apabila al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa ajam atau bahasa selain bahasa Arab, maka orang-orang kafir Quraisy tersebut akan mengatakan, bagaimana bisa wahyu Tuhan malah diturunkan menggunakan bahasa yang sukar dipahami dengan tidak menggunakan bahasa Arab, padahal kami bangsa Arab? Oleh karena itu, apakah pantas al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa ajam? Sedangkan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan yang diberikan wahyu al-Qur’an itu orang Arab dan berbahasa Arab? Itulah mengapa al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa Arab. Dan al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi orang yang beriman dan penawar bagi orang-orang yang berpenyakit hati, seperti keraguannya atas al-Qur’an, dan kebodohan, serta kekafiran, agar mereka berfikir dan hatinya terobati, sehingga mereka dapat percaya dengan al-Qur’an dan ajaran Islam.[13]

Surah at-Taubah/9: 14.

قَٰتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ ٱللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِينَ (14)

Terjemahnya:

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman”.[14]

Lafadz yasyfi pada ayat tersebut artinya yaitu mengobati, maksudnya mengobati hati kaum Mukmin atas penindasan yang selama itu dilakukan kaum kafir. Akan tetapi jika melihat konteks turunnya, kata yasyfi dalam ayat tersebut yaitu bermakna melegakan hati kaum Mukmin, yaitu bani Khuza’ah. Ayat tersebut turun sebagai jawaban untuk memerangi kaum kafir Makkah karena mereka melanggar perjanjian. Sesorang dari bani Khuza’ah yang merupakan sekutu orang muslim dibunuh oleh bani Bakr yang merupakan sekutu suku Kuraisy. Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat tersebut sebagai perintah untuk berperang, dan Allah akan membantu sekutu umat Muslim dan memenangkannya sehingga umat Muslim akan merasa lega dengan kemenangan itu. Hingga terjadilah peristiwa Fathul Makkah.[15]

Surah as-Syu’ara’/26: 80.

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (80)

Terjemahnya:

“Dan apabila aku sakit. Dialah Yang menyembuhkan aku”.[16]

Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap makhluk hidup dapat merasakan sakit, dan ketika mereka sakit maka hanya Allah yang dapat menyembuhkannya, baik melalui perantara maupun tanpa perantara. Adapun jika seseorang sakit kemudian berobat ke dokter dan sembuh, maka yang menyembuhkan bukanlah dokter tersebut melainkan Allah SWT. Akan tetapi untuk menjaga adab, maka seseorang hendaknya mengatakan yang menyembuhkan penyakit adalah Allah melalui seorang dokter sebagai perantaranya.[17]

Sumber:
[1] Ibnu Mandzur al-Anshari, Lisan al-‘Araby, juz  14, h. 436.
[2] Muhammad Fuad ‘Abd Al Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur’an al-Karim, h. 385.
[3] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 315.
[4] Abu Abdillah Syamsuddin al-Qurthuby, Tafsir al-Qurthuby, Juz 8, h. 353.
[5] Fakhruddin ar-Razi, Mafatih al-Gaib: at-Tafsir al-Kabir, Juz 17, h. 267.
[6] Isma’il Haqqi bin Musthafa al-Istanbuli al-Burusawi, Ruh al-Bayan, juz 4, h. 54.
[7] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 412.
[8] Abu al-Fida Isma’il bin Umar bin Katsir, Tafsir Ibnu Kasir, Juz 4, h. 582.
[9] Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi al-Bantani, Marah Labid li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid, Juz 1, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Cet. 1, 1417 H., h. 598.
[10] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 437.
[11] Abu al-Fida Isma’il bin Umar bin Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 5, h. 112.
[12] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 779.
[13] Nawawi al-Jawi al-Bantani, Marah Labid, Juz 2, h. 367.
[14] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 280.
[15] Abu Abdillah Syamsuddin al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthuby, Juz 8, h. 87.
[16] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 579.
[17] Isma’il Haqqi bin Musthafa al-Istanbuli al-Burusawi, Ruh al-Bayan, juz 6, h. 284.