Ayat-Ayat Anjuran Berdzikir di Waktu Malam (Tathawwu’)


Surah al-Hijr/15:97-98.

وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ (97) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ (98)

Terjemahnya:

“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat)”.[1]

 

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Nabi SAW hatinya sakit dan sedih akibat cemooh dan dianggap berbohong oleh orang-orang musyrik, kemudian Allah memerintahkan Nabi untuk bertasbih dengan memuji Allah dan mendirikan shalat. Menurut al-Mahalli, maksud dari bertasbih dan memuji Allah dalam ayat tersebut yaitu lafadz Subhanallah wa bihamdihi.[2] Menurut ar-Razi, ayat tersebut merupakan perintah Allah kepada Nabi SAW ketika hatinya sakit karena fitnah, cemooh, dan dianggap sebagai pembohong, yang ditebar orang-orang musyik, untuk senantiasa bersabar dan senantiasa melaksanakan empat perkara, yaitu bertasbih, tahmid, shalat, dan beribadah.[3] Hikmah yang dapat diambil dari ayat ini yaitu, ketika kita sedang dalam masalah dan hati terasa gelisah, hendahnya bersabar dan senantiasa berdzikir kepada Allah, dengan mengucapkan tasbih, tahmid, dengan menjalankan shalat dan ibadah-ibadah lainnya.

 

Surah Thaha/20:130.

فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى (130)

Terjemahnya:

“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang”.[4]

 

Sebagaimana dalam al-Hijr ayat 97-97, ayat ini juga merupakan perintah untuk bersabar atas cemooh para pembenci Nabi SAW, yakni fitnah bahwa Nabi SAW adalah seorang penyihir, kahin/dukun, pembohong, dan cemooh lainnya. Dan Allah memerintahkan Nabi SAW. untuk senantiasa bertasbih dan memuji Allah dari sebelum terbit matahari hingga sebelum tenggelamnya matahari, dan di malam hari serta waktu-waktu di siang hari. Mengenai takwil bertasbih di waktu-waktu tersebut yaitu perintah untuk menjalankan shalat, yaitu di waktu sebelum terbit matahari yaitu shalat subuh, sebelum tenggelam matahari yaitu shalat dzuhur dan ashar, dan di waktu malam yaitu shalat mahrib dan isya’.[5] Namun dalam konteks keutamaan dzikir, ayat ini dapat dimaknai sebagaimana lafadz zahirnya, yakni bertasbih, tahmid, dan kalimah thayyibah lainnya, pada waktu siang dan petang, atau di setiap waktu.

 

Surah an-Nur/24:36.

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ (36)

Terjemahnya:

Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang.[6]

 

Ayat tersebut merupakan perintah untuk bertasbih kepada Allah di rumah-rumah, terdapat lima pentakwilan makna rumah-rumah pada ayat tersebut, yaitu, pertama menurut Ibnu Abbas, Mujahid dan Hasan, yaitu masjid yang dikhususkan oleh Allah untuk beribadah, kedua menurut Hasan, yaitu Baitul Maqdis, ketiga menurut Mujahid, yaitu rumah Nabi Muhammad SAW., keempat menurut ikrimah, yaitu semua masjid, dan kelima menurut Ibnu Buraidah yaitu empat masjid yang dibangun Nabi, yaitu ka’bah, bayt ariha, masjid Madinah,  dan masjid Qubba’. Sedangkan makna bertasbih kepada Alah di waktu pagi dan petang, menurut para mufassir lafadz tersebut bermakna perintah untuk menjalankan shalat lima waktu, yakni pada waktu pagi hingga petang.[7] Adapun ayat tersebut dalam konteks fadlilah dzikir, dapat dipahami dengan melihat ayatnya secara dzahir tanpa mentakwilkan lafadznya.

 

Surah ar-Rum/30:17-18.

فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ (17) وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ (18)

Terjemahnya:

“Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh. dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan diwaktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu zuhur”.[8]

 

Dalam ayat tersebut Allah menunjukkan lafadz Subhanallah, dengan maksud mengajarkan kepada hambanya untuk bertasbih dan memuji-Nya. Adapun waktu yang dicantumkan pada ayat tersebut yaitu pada waktu sore yang menjemput gelapnya malam, dan waktu pagi yang menjemput terangnya siang. Dan setelah bertasbih kepada-Nya, maka kemudian memuji-Nya dengan tahmid/alhamdulillahi Rabbi al-‘Alamin, di waktu malam maupun siang hari.[9]

 

Surah al-Ahzab/33:41-42.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)

Terjemahnya:

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang”.[10]

 

Ayat tersebut merupakan perintah untuk senantiasa berdzikir kepada Allah dengan menyebut namanya, baik dengan tasbih, tahmid, takbir, dan sebagainya, sebanyak-banyakanya, di setiap saat, yakni di waktu siang dan malam, pada musim panas dan musim dingin, di semua tempat, yakni di darat, laut, dataran maupun pegunungan, dalam segala keadaan, baik saat di tempat atau dalam perjalanan, dalam keadaan sehat maupun sakit, diam-diam ataupun di depan umum, berdiri, duduk, berbaring, dan dalam ketaatan dengan keikhlasan, dan meminta untuk di kabulkan. Bahkan dalam ketidaktaatan pun dianjurkan untuk berdzikir dengan maksud untuk bertaubat dan memohon ampunan, atau ketika mendapat kenikmatan dengan bersyukur, dan dalam kesulitan untuk memohon kesabaran. Karena dalam berdzikir kepada Allah tidak terdapat batasan.[11]

 

Surah Ghafir/40:55.

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ (55)

Terjemahnya:

“Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”.[12]

 

Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW. untuk senantiasa bersabar dari gangguan orang-orang musyrik, karena Allah telah berjanji akan menolong Nabi di kemudian hari, dan janji Allah itu haq. Kemudian Nabi Muhammad SAW diperintah oleh Allah untuk memohon ampunan, maksudnya yaitu ampunan atas kesalahan-kesalahan semasa belum diangkat menjadi Nabi, dan Nabi diperintah untuk bertasbih seraya memuji Allah pada waktu petang dan pagi. Dalam penafsirannya, para mufssir ada yang berpendapat bahwa bertasbih dengan memuji Allah pada waktu petang hingga terang, maksudnya yaitu waktu-waktu shalat. Ada pula yang menafsirkan itu adalah perintah untuk beristighfar, bertasbih pada saat shalat maupun diluar shalat, dan bersyukur dengan hamdalah atas segala nikmat yang telah Allah berikan.[13]

 

Surah at-Thur/52:49.

وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَإِدْبَارَ النُّجُومِ (49)

Terjemahnya:

“Maka bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (waktu fajar)”.[14]

 

Pada ayat sebelumnya, yakni ayat 45, disebutkan perintah Allah kepada Nabi Muhammad SAW. untuk senantiasa bersabar atas ketetapan Allah, dan perintah untuk bertasbih seraya memuji Allah, dengan mengucapkan subhanallahi wa bihamdihi, ketika bangun tidur, dan ketika malam hari dan di waktu terbenamnya bintang-bintang, maksudnya yaitu waktu fajar, sebelum subuh.[15] Ada yang menafsirkan itu adalah waktu-waktu shalat. Namun dalam konteks dzikir, ayat ini adalah dalil dianjurkannya bertadlarru’ di waktu fajar/ waktu sahur sebelum waktu subuh.

 

Surah Qaf/50:40.

وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ (40)

Terjemahnya:

“Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang”.[16]

 

Ayat tersebut merupakan perintah untuk bertasbih kepada Allah di waktu malam dan ketika selesai melakukan shalat. Menurut penafsiran as-Syuyuthi, bertasbih di waktu malam yaitu perintah untuk melaksanakan shalat maghrib dan isya’ dan setelah selesai sujud/ selesai shalat, kemudian disunnahkan melakukan shalat sunnah rawatib/nafilah. Adapun pendapat lain mengatakan bahwa ayat tersebut merupakan perintah untuk bertasbih sebagaimana dzahir ayatnya pada waktu malam hari dan setelah mengerjakan shalat.[17]

Surah al-Insan/76:25-26.

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (25) وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا (26)

Terjemahnya:

“Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepadanya pada bagian yang panjang di malam hari”.[18]

 

Sebagaimana telah dicantumkan penulis bahwa ayat ini merupakan perintah untuk menjalankan shalat lima waktu dan anjuran untuk shalat malam/ shalat tathawwu’. Namun dalam konteks dzikir, lafadz wasabbih hu lailan thawila dalam ayat tersebut, dapat dipahami sebagaimana dzahir lafadznya, yakni perintah/anjuran untuk bertasbih di waktu malam yang panjang, baik di sepertiga awal, tengah, maupun di sepertiga akhir malam.

 

Sumber:
[1] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 399.
[2] Jalaluddin al-Mahally dan Jalaluddin as-Syuyuthi, Tafsir Jalalain, h. 345.
[3] Fakhruddin ar-Razi, Mafatih al-Gaib: at-Tafsir al-Kabir, Juz 19, h. 165.
[4] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 492.
[5] Abu Abdillah Syamsuddin al-Qurthubi, Tafsir al-Qurtubi, Juz 11, h. 260.
[6] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 550.
[7] Abu Abdillah Syamsuddin al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthuby, Juz 12, h. 265-266.
[8] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 643.
[9] Abu al-Fida’ Isma’il bin Umar Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 6, h. 307.
[10] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 674.
[11] Isma’il Haqqi bin Musthafa al-Istanbuli al-Burusawi, Ruh al-Bayan, juz 7, h. 191.
[12] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 767.
[13] Abu Abdillah Syamsuddin al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthuby, Juz 15, h. 324.
[14] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 869.
[15] Lihat, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, Juz 22, h. 489-490. Lihat juga, Jalaluddin al-Mahally dan Jalaluddin as-Syuyuthi, Tafsir Jalalain, h. 700.
[16] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 855.
[17] Jalaluddin al-Mahally dan Jalaluddin as-Syuyuthi, Tafsir Jalalain, h. 692.
[18] Kementrian Urusan Agama Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 1005.