وَعَنْهُ, – أَنَّهُ رَأَى اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم –
يَأْخُذُ لِأُذُنَيْهِ مَاءً خِلَافَ اَلْمَاءِ اَلَّذِي أَخَذَ لِرَأْسِهِ.
– أَخْرَجَهُ اَلْبَيْهَقِيّ ُ
وَهُوَ عِنْدَ “مُسْلِمٍ” مِنْ هَذَا اَلْوَجْهِ بِلَفْظٍ: وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرَ فَضْلِ يَدَيْهِ, وَهُوَ اَلْمَحْفُوظ ُ
Dari ‘Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu,
ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil untuk kedua telinga dengan air yang berbeda dipakai untuk kepala.
(HR. Al-Baihaqi)
[HR. Al-Baihaqi, 1:65, ini riwayat yang syadz, tidak sahih. Lihat Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:188].
Menurut Imam Muslim, ia riwayatkan dengan lafazh, “Dan beliau mengusap kepalanya bukan dengan sisa air di kedua tangannya.” Lafazh ini adalah lafazh yang mahfuzh (sahih). [HR. Muslim, no. 236]
Faedah hadits
- Mengusap telinga yang tepat adalah dengan air yang tersisa dari mengusap kepala, tidak mengambil air baru.
- Mengusap kepala adalah dengan air baru, tidak menggunakan air dari sisa di tangan sebelumnya. Tangan adalah anggota wudhu yang berdiri sendiri berbeda dari kepala. Inilah pendapat jumhur (kebanyakan) ulama.